Jumat, 08 Agustus 2008

Perbandingan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Lalu Lint

Perbandingan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

oleh: Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M


A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau baik besar maupun kecil, bahkan sampai ribuan jumlahnya sehingga pantas negara Indonesia disebut sebagai salah satu negara kepulauan terbesar didunia. Negara yang terletak diAsia Tenggara ini memiliki potensi ekonomi yang sangat menjanjikan bagi berkembangnya perdagangan didunia. Dan dengan luas wilayah yang sebagian besar adalah perairan, maka transportasi sangatlah penting untuk menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya dan sebagai sarana pendukung bagi proses pemerataan pembangunan ekonomi di Indonesia[1].

Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi kelancaran pembangunan. Transportasi yang diartikan sebagai “suatu sistem yang terdiri dari sarana dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia membentuk jaringan prasarana dan jaringan pelayanan”[2] mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan sangat tergantung pada peran sektor transportasi. Lebih dari itu, di tahun 2009 diharapkan sektor transportasi dan telekomunikasi dapat menjadi lokomotif ekonomi Indonesia.[3]

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut maka pemerintah Indonesia harus melakukan langkah-langkah yang strategis didalam membangun basis transportasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Salah satunya adalah merekonstruksi sistem transportasi jalan di seluruh wilayah Indonesia. Transportasi jalan merupakan bagian dari sektor transportasi yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam memperlancar pembangunan dan memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa. Pentingnya transportasi jalan ini bisa dilihat dari semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan jalan baik untuk mobilitas orang dan barang di wilayah Indonesia, maupun untuk mobilitas orang dan barang dari dan keluar negeri. Rasio jumlah kendaraan dan panjang jalan dari tahun ke tahun selalu menunjukkan peningkatan, yaitu semula 12,09 kendaraan/km pada tahun 1997 menjadi 17,44 kendaraan/km pada tahun 2000 dan 37,40 kendaraan/ km pada tahun 2005.[4] Alasan lain yang menjadikan sektor transportasi, khususnya transportasi jalan sangat penting adalah karena hak untuk mobilitas bagi seseorang adalah merupakan hak dasar yang seharusnya dilindungi dan diatur oleh negara.

Pentingnya peranan yang dimainkan oleh sektor transportasi, khususnya transportasi jalan menjadikan pengaturan terhadap sektor ini mutlak diperlukan. Sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara yang demokratis, sudah seharusnyalah peraturan perundang-undangan di bidang transportasi jalan ini menunjukkan komitmen pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menjunjung tinggi nilai-nilai dan kepentingan rakyat (masyarakat).[5]

Tujuan dari pengaturan sektor transportasi jalan adalah menghasilkan “jasa transportasi yang handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara”[6]. Dari tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan di bidang transportasi jalan haruslah mampu untuk melindungi masyarakat[7] dan disaat yang sama juga mengakomodir pertumbuhan ekonomi dan mendukung pengembangan wilayah dalam rangka memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Peraturan-peraturan tentang transportasi jalan sebenarnya sudah cukup banyak dikeluarkan. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mencabut dan mengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sendiri mencabut dan mengganti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1951 (Lembaran-Negara tahun 1951 No. 42) yang mengubah dan melengkapi "Werverkeersordonnantie" (Staatsblad 1933 No. 86). Masing-masing undang-undang tersebut dilengkapi dengan berbagai peraturan pemerintah dan keputusan dan peraturan menteri, serta dirjen diharapkan mampu memberikan aturan main yang cukup jelas dalam pengaturan transportasi jalan.

Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut belumlah cukup menjaga keseimbangan perlindungan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terbukti belum bisa menyelesaikan secara tuntas masalah-masalah yang berkaitan dengan akses transportasi bagi masyarakat terpencil dan miskin, pelayanan angkutan umum yang buruk, tarif yang selalu naik dan masalah keselamatan pengguna jalan.[8]

Isu keterbatasan akses bagi masyarakat terpencil dan miskin di Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku misalnya, adalah isu yang sama pentingnya dengan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat terpencil dan miskin disana. Tanpa akses transportasi yang memadai, akan sulit bagi masyarakat terpencil dan miskin untuk melakukan mobilitas geografis yang mutlak diperlukan untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan yang memadai. Lebih lanjut, tanpa akses transportasi yang memadai, distribusi hasil-hasil pembangunan juga akan terhambat. Selanjutnya, pelayanan angkutan umum yang buruk yang disertai dengan tarif angkutan umum yang selalu naik meningkatkan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan polusi udara, meningkatnya angka kecelakaan dan pemborosan bahan baker minyak (BBM). Lebih lanjut, masalah rendahnya perlindungan keselamatan pengguna jalan bisa dilihat dari jumlah korban yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas yang mencapai rata-rata 30.000 jiwa per tahun ditambah korban yang menjadi cacat seumur hidup mencapai rata-rata 60.000 jiwa per tahun.[9]

Berkaitan dengan upaya mendukung pengembangan wilayah dalam rangka memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, pada tahun 1999 dikeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Kedua Undang-undang ini menitik beratkan pada peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah “dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara”[10]. Sehubungan dengan hal tersebut, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dianggap belum mengakomodir semangat otonomi daerah. Oleh karena kekurangan-kekurang tersebutlah Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sedang dalam proses pembahasan untuk direvisi.[11]

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang ada, dapatlah dilakukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa kekurangan dan kelebihan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dalam mengakomodir secara seimbang perlindungan terhadap masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan otonomi daerah?

2. Perubahan-perubahan penting apakah yang dimasukkan kedalam Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan? Lalu bagaimana jika perubahan-perubahan tersebut dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum UGM, Pusat Studi Transportasi dan Logistik, dan internet tidak ditemukan penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Memang ada beberapa penelitian dan skripsi yang mangangkat tema lalu lintas dan angkutan jalan, tetapi fokus pembahasannya berbeda dengan penelitian ini yang menekankan pada ”Perbandingan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” dengan menekankan pada tiga aspek utama yaitu perlindungan masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan otonomi daerah. Adapun penelitian-penelitian tersebut adalah:

1. Judul: “Uji Kelaiakan Angkutan Umum Oleh Dinas Perhubungan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Transportasi di Kota Yogyakarta”. Peneliti: Novi Mayasari, bagian hukum administrasi negara tahun 2005. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan Pelaksanaan Uji Kelaiakan Angkutan Umum Oleh Dinas Perhubungan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Transportasi di Kota Yogyakarta yang tidak bisa berjalan dengan baik yang disebabkan oleh adanya berbagai kecurangan yang dilakukan baik oleh penguji, petugas UPTD, maupun oleh pemilik/pengusaha angkutan umum. Kecurangan ini dilakukan untuk membuat angkutan umum yang tidak lulus menjadi lulus. Skripsi ini juga membahas tentang hambatan2 yang dihadapi oleh Dinas Perhubungan dalam melaksanakan uji kelayakan angkutan umum.

2. Judul: “Peranan Dinas Perhubungan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penyelenggaraan Angkutan Bus Perkotaan di Wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta”. Peneliti: Budi Darmawan, bagian hukum administrasi negara tahun 2005. Skripsi ini secara khsus membahas tentang pembagian wewenang (urusan) antara Pemerintah Pusat dan Propinsi dan Pemerintah Kota dalam menangani urusan transportasi terutama dalam penyelenggaraan Angkutan Bus Perkotaan di Wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta dikaitkan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 25 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan.Peranan Dinas Perhubungan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut meliputi: tugas pengaturan (yang terdiri dari perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan kebijakan perencanaan umum pemrograman dan penyusunan perundang-undangan),tugas pembinaan (yang meliputi penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan perizinan dan informasi, pemberdayaan melalui bimingan penyuluhan, serta bimbingan dan latihan; penelitian dan pengembangan), serta tugas pembangunan. Skripsi ini juga membahas hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Perhubungan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menjalankan tugasnya tersebut. Secara umum skripsi ini menggambarkan prosedur pengujian kendaraan bermotor dan pelaksanaannya di kota Yogyakarta.

3. Judul: “Penjatuhan Pidana Denda Bagi Pelanggar Kewajiban Memakai Helm Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”. Peneliti: Aruan Sukidjo, bagian hukum pidana, tahun 1996.

4. Judul: “Penerapan Sanksi Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 pada Kawasan Tertib Lalu Lintas di Kotamadya Yogyakarta dan Kotamadya Magelang”. Peneliti: Niken Subekti Budi Utami, bagian hukum pidana tahun 1996.

5. Judul: “Tinjauan Penataan Jaringan Transportasi Perkotaan Sebagai Penunjang Pengendalian Pencemaran Udara di Kotamadya Bandar Lampung”. Peneliti: Rini Rindawati, bagian hukum lingungan tahun 2000.

6. Judul: ”Tinjauan Yuridis Izin Trayek Angutan Umum”. Peneliti: Prisca Berthania Chris, bagian Hukum Administrasi Negara, tahun 2008.

7. Judul: ”Reformasi Kebijakan Sektor Transportasi, Pos, dan Telekomunikasi (Tataran Normatif, Regulasi, dan Kelembagaan)”. Peneliti: Departemen Perhubungan pada tahun 1999. Penelitian ini membahas tentang kondisi dan permasalahan transportasi di Indonesia yang menyebabkan pembanguan sektor transportasi menjadi jalan ditempat. Selain itu didalam penelitian tersebut juga membahas tingkat efektifitas peranan tranportasi bagi kelangsungan hidup masyarakat di Indonesia pada umumnya dan didaerah pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (Studi kasus).

8. Judul: ”Kebijakan Infrastruktur Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi didaerah (Studi Kasus : Riau, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan)”. Peneliti: Pustral (Pusat Studi Transportasi dan Logistik) UGM pada tahun 2002. Di dalam penelitian tersebut membahas bidang-bidang pembangunan infrastruktur, misalnya bidang transportasi, hubungan antara pembangunan infrastruktur dengan pembangunan daerah serta hubungan pembangunan infrastruktur dengan program pengentasan kemiskinan didaerah. Selain itu guna menguatkan hipotetis dari penelitian tersebut pihak Pustral juga melakukan studi kasus dibeberapa daerah untuk mengetahui dampak ekonomi mikro terkait dengan adanya investasi nfrastruktur di daerah. Dengan adanya penelitian tersebut maka dapat kita ketahui sampai sejauh mana efektifitas dari pembangunan infrastruktur di daerah.

9. Judul: ”Kajian Terhadap Pedoman Pelaksanaan Manajemen Keselamatan Jalan”. Peneliti: Pustral bekerja sama dengan PT Aulia Sakti Internasional (Engineering Training and Management Consultant) tahun 2007. Di dalam penelitian tersebut membahas upaya pemecahan masalah dan peningkatan keselamatan jalan. Kemudian dalam penelitian tersebut juga membahas mengenai tingkat efektifitas pengawasan yang dilakukan pemerintah terkait dengan pelaksanaan kebijakan transportasi di Indonesia

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data sebagai bahan pengkajian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan. Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dalam mengakomodir secara seimbang perlindungan terhadap masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan otonomi daerah.

2. Untuk mengetahui Perubahan-perubahan penting apa yang dimasukkan kedalam Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan bagaimana perubahan-perubahan tersebut dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pembangunan Nasional

Diharapkan penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan Rancangan Undakutan Jalan. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya Dinas Perhubungan dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengeluarkan kebijakan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya dan memberi penguatan keilmuan bagi Ilmu Hukum, khususnya Hukum Administrasi Negara terutama yang menyangkut penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi.

F. Landasan Teori

Lalu Lintas dan Transportasi Jalan

Rancangan Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan mengartikan transportasi jalan sebagai satu kesatuan tatanan yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, peraturan-peraturan, prosedur dan metoda sedemikian rupa yang membentuk suatu totalitas yang utuh. Transportasi adalah sarana bagi manusia untuk memindahkan sesuatu, baik manusia atau benda dari satu tempat ke tempat lain, dengan ataupun tanpa mempergunakan alat bantu. Alat bantu tersebut dapat berupa tenaga manusia, binatang, alam ataupun benda lain dengan mempergunakan mesin ataupun tidak bermesin[12]. Undang-undang nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan mendefinisikan transportasi adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Artinya bahwa transportasi dapat diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan dengan persyaratan sebagai berikut :[13]

1. Ada muatan yang diangkut

2. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkut

3. Ada jalan yang dilalui

Rancangan Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan mengartikan lalu lintas sebagai gerak kendaraan, orang dan hewan. Lalu lintas adalah gerak kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor, pejalan kaki dan hewan di jalan yang merupakan salah satu cabang dari transportasi yang menyangkut operasi dari jalan.[14] Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.[15]

Secara umum kegunanan transportasi dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu :[16]

1. Peranan transportasi dalam peradapan manusia

2. Peranan transportasi dalam ekonomi

3. Peranan transportasi dalam kehidupan sosial

4. Peranan transportasi dalam politik

5. Peranan transportasi dalam lingkungan.

Dari kegunaan transportasi yang telah dikelompokkan diatas dapat diketahui bahwa tujuan transportasi secara umum adalah untuk memberikan kemudahan dalam segala aktivitas masyarakat seperti yang dikelompokkan diatas. Kemudahan ini diartikan sebagai mudahnya tempat tujuan itu dicapai walaupun jaraknya jauh. Kemudahan ini lebih menyangkut aspek kegiatan, seperti mudahnya faktor-faktor produksi di dapatkan, mudahnya informasi menyebar, mudahnya penduduk bergerak (mobilitas tinggi).

Untuk menimbulkan kemudahan ini tentu saja segala elemen penunjang transportasi harus ditingkatkan secara bersama-sama. Seperti membuka jalan baru dan sarana kendaraannya harus diadakan dan pengelolaannpun harus berjalan. Masih belum dianggap tercapai tingkat kemudahan kalau hanya elemen penunjangnya saja yang dibangun seperti jalannya saja yang dibangun begitu pula sebaliknya. Hal yang lebih penting lagi kemudahan ini yang menyangkut tingkat kesejahteraan atau daya beli masyarakat, karena mustahil orang akan mudah bergerak atau mobilitas jika pendapatannya tidak ada.

Memberdayakan masyarakat melalui pemberdayaan dan peningkatan pelayanan kendaraan angkutan publik secara berkelanjutan melalui sistem subsidi pemerintah sebagai salah satu bentuk obligation, dimana pelayanan masyarakat (public service )yang dibrikan mencakup sarana dan prasarana untuk mendorong disiplin berlalu lintas yang baik serta memberikan kemudahan akses bagi semua golongan masyarakat.

KESELAMATAN TRANSPORTASI

Transportasi darat merupakan salah satu sektor tekhnologi transportasi yang terus mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah dan jenis kendaraan yang semakin banyak dan arus lalu lintas yang dari hari ke hari semakin padat. Oleh karena itu perlu adanya berbagai perbaikan di sector transportasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana penunjang, agar perkembangan tekhnologi tersebut tidak merugikan bahwa mengancam keselamatan pengguna jalan.

Menurut data yang diperoleh setidaknya di seluruh dunia setiap tahunnya korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas hampir mencapai angka 1 juta. Di Indonesia sendiri menurut data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar Dephub) rata-rata korban meninggal dunia dalam 1 tahun sejumlah 10.696 jiwa atau setiap harinya lebih dari 20 keluarga yang harus kehilangan anggota keluarganya. Bahkan menurut prediksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian tertinggi pada tahun 2020 yang akan datang.[17]

Harian Kompas memperlihatkan Data kecelakaan lalu lintas pada tahun 2006 sebanyak 36.000 orang tewas akibat kecelakaan di jalan raya, 19.000 orang di antaranya melibatkan pengendara sepeda motor. Itu berarti dalam tahun 2006 setiap hari ada sekitar 52 orang yang tewas dalam kecelakaan yang melibatkan sepeda motor.Angka itu menunjukkan peningkatan sebesar 73,33 persen daripada angka dua tahun yang lalu, yang hanya sekitar 30 orang. Jika dilihat dari data statistik, dibandingkan dengan sekitar 450.000 sepeda motor yang setiap hari lalu lalang di jalan raya di Ibu Kota, angka itu sangat kecil hanya 0,006 persen. Tetapi jangan lupa bahwa angka 52 itu tidak menunjukkan satuan barang melainkan menyangkut nyawa seorang manusia.[18]

Banyak faktor yang mempengaruhi kecelakaan lalu Lintas di jalan raya, diantara adalah factor human eror yang berarti pengemudi kendaraan, termasuk pengguna jalan lainnya. Selain itu penyebab yang lain terkait faktor sarana dan prasarana jalan serta fasilitas penunjangngya, dimana kesemua factor tersebut dapat dikendalikan dan diatur oleh manusia.

Sehubungan dengan masalah transportasi umum, fenomena yang umum terjadi di kota-kota di Indonesia, kendaraan umum ukurannya kecil akan tetapi berjumlah sangat banyak, tidak seimbang dengan jumlah penggunanya. Transportasi umum lebih dititikberatkan pada kepentingan bisnis, tanpa memperhatikan aspek-aspek lain, termasuk kepentingan dan keselamatan masyarakat selaku konsumen. Di satu sisi, pemberian izin trayek merupakan kesempatan bagi para pejabat untuk mendapatkan pemasukan, di sisi lain, pemberian izin trayek juga memberikan kesempatan menerapkan kebijakan populis yang mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Namun, akibat dari kebijakan itu hampir tidak pernah diperhitungkan. Yakni, jumlah kendaraan kecil yang begitu banyak sehingga akhirnya menjadi biang kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas.

Angkutan Umum

Konsep angkutan publik atau umum muncul karena tidak semua warga masyarakat memilki kendaraan pribadi, sehingga Negara berkewajiban menyediakan angkutan publik sebagai bentuk pelayanan bagi masyarakat secara keseluruhan. Angkutan umum atau kendaraan umum dalam Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Penjabaran lebih lanjut tentang angkutan umum menurut Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1993 yang didalamnya berisikan tentang ketetapan struktur trayek, persyaratan proses perizinan trayek dan ketentuan yang lain.

Pasal 18 Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1993 mengatur mengenai pelaksanaan kegiatan usaha angkutan orang dan atau angkutan barang dengan kendaraan umum dilakukan oleh :

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

2. Badan Usaha milik swasta nasional

3. KOPERASI

4. Perorangan warga Negara Indonesia

Di dalam pengangkutan terdapat lima unsur pokok yaitu :[19]

1. Manusia, yang membutuhkan pengangkutan

2. Kendaraan, Sebagai alat angkut

3. Jalan, sebagai prasarana angkutan

4. Organisasi, sebagai pengelola angkutan

Pelayanan Transportasi publik

Jangkauan pelayanan transportasi darat dapat diartikan sebagai batas-batas geografis pelayanan yang diberikan oleh transportasi kepada pengguna transportasi tersebut. Batas geografis pelayanan transportasi darat ini juga disebut sebagai wilayah operasi suatu sistem transportasi.

Adapaun jangkauan-jangkaun pelayanan transportasi darat dibedakan berdasarkan wilayah operasi sistem transportasinya. Transportasi darat dibagi menjadi lima wilayah operasi pelayanan transportasi. Yang pertama jika secara geografis pelayanan transportasi hanya menjangkau wilayah pedesan ( rural ), maka transportasinya disebut transportasi desa (angkutan pedesaan). Kedua, jika transportasi melayani wilayah perkotaan, maka alat transportasinya disebut sebagai transportasi kota ( Angkutan kota ) yang hanya mempunyai lokasi asal dan tujuan di dalam wilayah kota itu saja. Ketiga, alat transportasi yang wilayah operasi pelayanan transportasinya telah dilampaui batas kota ( ke kota lain ) tetapi masih dalam satu provinsi, maka alat transportasinya disebut sebagai transportasi antar kota dalam provinsi yang biasa di sebut dengan AKDP. Selanjutnya yang keempat yang lebih luas lagi wilayah pelayanan transportasinya dimana telah menjangkau keluar provinsi, maka alat transportasinya disebut sebagai transportasi antar kota antar provinsi yang biasa disebut dengan AKAP. Dan yang terakhir adalah transportasi antar Negara yang melayani jaringan internasional yang disebut dengan transportasi lintas batas atau atau antar benua.

Angkutan umum merupakan sarana transportasi yang penting dalam mendukung kegiatan dan mobilitas penduduk perkotaan, mengingat sebagian besar penggunaannya bersifat coptive. Salah satu angkutan umum yang sesuai untuk mengatasi berbagai masalah perkotaan adalah bus kota. Akan tetapi, kebanyakan di Negara-negara yang sedang berkembang jenis angkutan umum ini biasanya masih dikelola secara tradisional dan tidak berstruktur serta tidak teroganisasi dengan baik sehingga dalam perkembangannya menjadi tidak efisien dan tidak dapat mengakomodasi kepentingan publik.

Untuk memberikan suatu sistem pelayanan angkutan umum yang efektif di perkotaan diperlukan perencanaan yang efisien, manajemen yang tepat, dan pemikiran yang inovatif dalam memeberikan pelayanan yang menarik bagi masyarakat pengguna jasa sehingga bisa diharapkan menjadi alternatif bagi para pengguna mobil atau kendaraan pribadi. Kualitas pelayanan angkutan umum yang belum baik mendorong masyarakat yang mampu untuk lebih senang menggunakan kendaraan pribadi yang memiliki banyak nilai lebih.

Dari uraian mengenai pelayanan transportasi publik atau angkutan umum diatas, dapat kita simpulkan bahwa konsep kinerja pelayanan angkutan umum mencakup dua arti yaitu, efektifitas dan efisiensi. Efektifitas meliputi penilaian terhadapa hasil dari suatau sistem pelayanan, sedang efisiensi merupakan ukuran penilaian terhadap cara untuk mencapai hasil akhir tersebut. Ukuran efektifitas digunakan untuk membandingkan hasil akhir dan dampak pelayanan terhadap obyektif yang telah ditetapkan. Ukuran efisien digunakan untuk mengevaluasi suatu sistem dengan cara membandingkan hasil dengan usaha yang dilakukan untuk memperoleh hasil tersebut. Pada peningkatan efisiensi dapat diartikan sebagai cara untuk meminimalisasi biaya.

Aspek yang diukur dari kuantitas pelayanan angkutan umum adalah frekuensi dan faktor muat, sedangkan kualitas pelayanan angkutan umum mencangkup waktu, kenyaman dan keselamatan perjalanan. Indikator kinerja pelayanan angkutan umum berdasarkan sudut pandang operator ( perusahaan atau Koperasi ) dan penumpang, dimana ukuran sudut pandang dari masing-masing berbeda.( sumber dinas Perhubungan DIY)[20]

Kuantitas pelayanan angkutan umum merupakan fungsi dari frekuensi dan kapasitas kendaraan yang meliputi ;

1. Frekuensi adalah jumlah perjalanan dalam suatu waktu tertentu yang dapat diidentifikasi sebagai frekuensi sebagai frekuensi tinggi atau rendah.

2. Headway adalah waktu antara suatau kendaraan dengan kendaraan berikutnya.

3. Jumlah kendaraan.

4. Load Factor adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk pada satuan waktu tertentu.

Sedangkan kualitas pelayanan angkutan umum terdiri dari beberapa aspek yang mempengaruhi seluruh kualitas pelayanan dipandang dari sudut pandang penumpang ( konsumen). Aspek pelayanan angkutan umum yang mempengaruhi kualitas pelayanan mencakup ; waktu perjalanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam perjalanan. (sumber : Dinas perhubungan DIY )[21].

Pemerintah Daerah dan Transportasi

Pemerintah Daerah diatur di dalam pasal 18 Undang-udang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintah Daerah, yang diatur dengan Undang-undang”. Kemudian di dalam pasal 18 ayat 5 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa “pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah”.

Sebagai implementasi dari pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 maka dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Penetapan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu wujud dari pada upaya penataan kembali peran pemerintah. Otonomi daerah menurut undang-undang nomor 22 tahun 1999 Jo Undang-undang No 32 Tahun 2004, adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan.

Pemerintahan Daerah, berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi, desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan publik, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan berkeadilan sosial. Oleh karena itu pemerintah daerah mempunyai andil yang cukup besar dalam berbagai sector pembangunan, termasuk dalam pembangunan sector transportasi

Kebijakan transportasi oleh pemerintah daerah merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal terkait masalah transportasi. Dihadapkan dalam kondisi saat ini kebijakan mengenai transportasi lebih banyak dipegang dan dikuasai oleh pemerintah pusat. Peran Pemerintah daerah tidak dilibatkan dalam hal kebijakan transportasi. Di dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang nomor 14 tahun 1992 hanya disebutkan bahwa “Lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah.” Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pemerintah daerah tidak mempunyai landasan yuridis untuk mengeluarkan kebijakan terkait masalah lalu lintas dan angkutan jalan.

Maka dapat diperkirakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah dibidang transportasi akan menghadapi berbagai kendala yang cukup substansial, utamanya setelah dilakukan penataan kewenangan yang akan menimbulkan berbagai dampak di berbagai aspek seperti aspek kelembagaan, sumber daya manusia, dan aspek ketatalaksanaan.[22]" Bagaimana penataan otonomi di seluruh sektor transportasi agar sejalan dengan otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab, sebagaimana disyaratkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah" Selama ini kewenangan pemerintah daerah dalam bidang transportasi hanya mengatur tekhnis transportasi dengan kewenangan sentralistik.[23]

Menurut Undang-undang 32 tahun 2004, kewenangan Pemerintah Pusat, terfokus hanya pada 6 bidang, sebagaimana tertera pada pasal 10 ayat 3, meliputi:

a. Politik luar negeri;

b. Pertahanan;

c. Keamanan;

d. Yustisi;

e. Moneter dan fiskal nasional; dan

f. Agama.

Di dalam pasal 327 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa “Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah otonomi wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang No.32 tahun 2004”. Perintah dalam pasal UU tersebut, dalam realitasnya sampai sekarang belum efektif dijalankan, karena belum ada satupun UU yang direvisi agar menyesuaikan dengan azas otonomi daerah.

Transportasi dan Dampak Ekonomi

Pembangunan sistem tranportasi yang baik merupakan suatu langkah baik yang harus kita apresiasi. Sistem transportasi yang baik sangat menunjang mobilitas masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Masyarakat akan merasa terlindungi dengan kelancaran tersebut. Terutama terkait dengan adanya keselamatan yang terjamin kepastiannya ketika masyarakat mengakses layanan transportasi publik yang disediakan oleh pemerintah setempat[24]. Namun jika pembangunan tersebut tidak di imbangi dengan kebutuhan yang ada sekarang ini maka akan menyebabkan tidak efektifnya fungsi transportasi yang ada sekarang ini. Di dalam dinamika sosial dan ekonomi masyarakat selalu terjadi perubahan, perubahan tersebut harus bisa dicermat oleh pemerintah selaku regulator agar nantinya dapat dijadikan pertimbangan didalam mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan layanan publik.

Di era demokrasi sekarang ini masyarakat membutuhkan suatu pegangan yang dapat dimanfaatkanya guna menjadi alat untuk memenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan politik, social, ekonomi dan budayanya[25]. Pegangan tersebut harus disediakan oleh pemerintah selaku pemilik aspirasi rakyat. Rakyat sangat membutuhkan kepastian didalam menjalankan aktivitasnya, kemudian sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menjamin kepastian tersebut. Dengan begitu demokrasi murni akan tumbuh dengan subur di Indonesia bukan malah demokrasi kamuflase[26].

Bidang transportasi sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi dimasyarakat[27]. Jika system transportasi baik maka dengan sendirinya system distribusi barang dan jasa akan baik pula. Karena dengan lancarnya distribusi barang dan jasa maka pemerataan ekonomi masyarakat akan terealisasi. Sehingga proses inkulturasi politik dan ekonomi didaerah akan cepat pula terwujud[28]. Hipotesis tersebut mungkin bisa benar jika kita melihat realitas yang terjadi. Namun pada sisi lain ini merupakan pertanda baik bagi pemerintah jika mau membangkitkan kembali gairah ekonomi masyarakat agar dapat mewujudkan pemerataan pembangunan social, politik, ekonomi, dan budaya di Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai “Perbandingan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Rancangan Undang-Undang Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, pengertian hukum, ketentuan-ketentuan hukum serta perbandingan hukum, yang pendekatannya bersifat abstrak teoritis yang berhubungan dengan pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan.

2. Cara Memperoleh Data

Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum. Sementara sebagai upaya untuk melengkapi sekaligus menunjang data kepustakaan tersebut akan dilakukan juga penelitian lapangan. Adapun cara penelitiannya secara lengkap dilakukan sebagai berikut:

  1. Penelitian Kepustakaan

Dalam melakukan kajian ini, bahan kajian hukum yang digunakan adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang mengatur masalah lalu lintakut dan angkutan jalan. Bahan hukum primer tersebut antara lain:

a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan;

e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan lalu Lintas Jalan;

f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol;

g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang meliputi:

a) Buku-buku Hukum Administrasi Negara khususnya yang terkait dengan tugas pemerintah pada welfarestate, pembuatan kebijakan pemerintah dan pengaturan sektor transportasi.

b) Hasil seminar, makalah, artikel yang ada kaitannya dengan permasalahan pengaturan sektor transportasi di Indonesia.

3) Bahan Hukum Tersier

yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, yang meliputi:t

a. Kamus Hukum seperti Black’s Law Dictionary, Kamus Terminologi Hukum.

b. Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

  1. Penelitian Lapangan

1) Data

Data yang diperoleh dari penelitian lapangan adalah data primer, adapun dalam pengambilan data primer tersebut teknik pengambilan sampelnya dengan menggunakan metode purposive sampling.

2) Narasumber, terdiri dari:

a) Staff dari Departemen Perhubungan Republik Indonesia khususnya Staf Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

b) Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

c) Anggota Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda)

d) Staff Pusat Study Transportasi dan Logistik

e) Pakar Hukum Administrasi Negara dan Hukum tata Negara

f) Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkecimpung di bidang transportasi

3) Tempat pengumpulan bahan

Dalam melakukan penelitian ini, tempat pengumpulan bahan dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Jakarta.

Di Jakarta aksesabilitas data dari berbagai tempat yang terkait dengan masalah yang akan peneliti kaji yakni:

(1) Departemen Perhubungan Republik Indonesia

(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

b) Yogyakarta.

Sebagian penelitian akan dilakukan di Yogyakarta yaitu wawancara narasumber dari Pusat Studi Transportasi dan studi kepustakaan. Ketersediaan bahan hukum sekunder dari perpustakaan-perpustakaan yang ada di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada sangat diperlukan sebagai pembanding hasil penelitian. Selain itu, pengerjaan dan pembuatan laporan akhir akan dilaksanakan di Yogyakarta.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan:

a. Studi Pustaka.

Adapun metode yang digunakan dalam studi pustaka adalah dengan melakukan studi dokumen. Pertimbangannya sesuai dengan pengetahuan penulis yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian.

b. Penelitian Lapangan

Adapun metode yang digunakan dalam studi lapangan adalah dengan melakukan wawancara dengan narasumber. Pertimbangannya adalah perlunya beberapa keterangan pendukung dari ahli yang terkait sebagai narasumber.

4. Alat Penelitian

Alat pengumpulan data dalam penelitian lapangan adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara dibuat sebagai panduan untuk memperoleh data dari narasumber.

5. Jalannya Penelitian

a. Tahap Persiapan

b. Tahap persiapan dimulai dengan kegiatan pra penelitian meliputi pengumpulan dan pemilihan bahan kepustakaan serta studi awal terhadap bahan kepustakaan tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan usulan penelitian kepada dosen pembimbing, yang dilanjutkan dengan proses konsultasi secara intensif untuk membuat perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan proposal. Selanjutnya dilakukan penyusunan pedoman wawancara dan pengurusan surat ijin penelitian.

  1. Tahap Pelaksanaan

c. Pada tahap ini, penelitian kepustakaan dilakukan dengan pengumpulan data kepustakaan dan pengkajian terhadap data sekunder meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berkaitan dengan materi penelitian. Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara terhadap narasumber yang telah ditentukan. Pada tahapan ini juga mulai dilakukan penyusunan laporan sementara dimana laporan sementara itu kemudian diseminarkan untuk memperoleh banyak masukan-masukan baik dari reviewer maupun peserta seminar lainnya sebagai bahan perbaikan atas laporan.

c. Tahap Penyelesaian

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis data dari hasil penelitian sekaligus melakukan perbaikan-perbaikan laporan sementara kemudian dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir serta konsultasi secara intensif dengan dosen pembimbing.

6. Analisis hasil penelitian.

Setelah data terkumpul maka disusun dan dianalisa secara sistematis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data yang diperoleh yang kemudian dianalisa dengan menggunakan pendekatan peraturan perundangan-undangan (statutory approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan komparasi (comparative approach), sesuai dengan kebutuhannya. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan logika deduktif induktif (umum-khusus) dan kemudian dicari hubungan logis diantara aspek-aspek yang berhubungan[29].

H. Jadual Penelitian

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

Persiapan Penelitian

Pembuatan Proposal

X

x

x

Pengumpulan Proposal

x

Seminar Proposal

x

Pengurusan Izin

Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan Data

x

x

x

x

Penyusunan Laporan Sementara

x

x

x

Pendiskusian Laporan Sementara

x

x

Penyelesaian

Perbaikan Laporan

x

x

x

x

Seminar Penelitian

x

Penyusunan Laporan

Akhir

x



[1] William K.Tabb,”Tabir Politik Globalisasi”, Lafald Pustaka.Yogyakarta. Cetakan Kedua . Hal-12

[3] “Transportasi Jadi Lokomotif Ekonomi 2009”, Bisnis Indonesia, 23 Juli 2007, http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/ekonomi-makro/1id69991.html, diakses 5 Agustus 2008.

[5] Purwo Santoso, Menata Sistem Transportasi:Mendekatkan Demokrasi dengan Rakyat, Wacana “Menuju Transportasi Yang Manusiawi”, Edisi 22 Tahun VI 2005, hlm.23.

[7] Data Masyarakat Transportasi Indonesia menunjukkan bahwa dalam satu tahun ada sekitar 3,8 miliar perjalanan yang dilakukan oleh konsumen angkutan umum di Indonesia. Lihat: Tulus Abadi, Fakta Buruknya Transportasi Publik di Indonesia, Wacana “Menuju Transportasi Yang Manusiawi”, Edisi 22 Tahun VI 2005, hlm. 116.

[8] Darmaningtyas, Dimensi Politik Dalam Transportasi, Wacana “Menuju Transportasi Yang Manusiawi”, Edisi 22 Tahun VI 2005, hlm. 10.

[9]Ibid.

[10] Bagian Menimbang poin b Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

[11] Heru Sutomo, Agus Taufik Mulyono, Arif Wismadi (et all), 1 - 2 - 3 LANGKAH volume 2 Menempatkan kembali keselamatan menuju transportasi yang bermartabat (Referensi ringkas bagi proses

advokasi pembangunan transportasi1), http://www.mti-its.or.id/files/123_LANGKAH_VOL2.pdf, hal 63, diakses pada 6 Agustus 2008.

[12] Sukma Roza D, makalah.,elisa.ugm.ac.id/files/Sri_Rum/UZ8G6uAj/Makalah%20Kel.1.doc. diakses tgl. 5 agustus 2008

[13] Nasution, H.M.N., Manajemen Transportasi., Ghalia Indonesia.,Jakarta : 1996

[14] Artikel.,http://id.wikipedia.org/wiki/Lalu_lintas. Diakses tgl 5 agustus 2008

[15] ibid

[16]Fidel Miro., Sistem Transportasi Kota., Transito., Bandung : 1997

[17] Muhammad Subair.,reformasi Sistem Transportasi umum sebagai Upaya Peningkatan keselamatan lalu Lintas dan Angkutan Jalan., http://bair.web.ugm.ac.id/Reformasi_Sistem_Transportasi_Umum.htm., diakses tgl 5 agustus 2008

[18] Sumber koran Kompas, dimuat di http://bamicbanten.wordpress.com/2007/04/17/angka-kecelakaan/ ., diakses tgl 5 agustus 2008

[19] Warpani.,Merencanakan Sistem Pengangkutan.,ITB., Bandung : 1990

[20] Dinas Perhubungan Propinsi DIY, Paparan Tentang Trans Jogja

[21] Ibid

[22] Wahju Satrio Utomo.Thesis. http://209.85.175.104/search?q=cache:qxoLIizzkjgJ:www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/abstrakpdf.jsp%3Fid%3D72880%26lokasi%3Dlokal+%22Pelaksanaan+Otonomi+Daerah+di+Sektor+Transportasi%22&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id. Diakses tgl. 7 agustus 2008

[23] Sarwono Kusumaadtmaja.,Analisis., http://www.sarwono.net/agenda.php?id=65. diakses tgl 7 agustus 2008

[24] Hasil Pennelitian Pustral UGM bekerja sama dengan PT Aulia Sakti Internasional (Engineering Training and Management Consultant), “Kajian Terhadap Pedoman Pelaksanaan Manajemen Keselamatan Jalan”

[25] Tajuddin Noer Effendi,”Demokrasi dan Demokratisasi”.Lafald Pustaka.Yogyakarta.2006.Hal 21

[26] Ibid. Hal 22

[27] Sjahrir. “Belajar Sistem Ekonomi Indonesia”.Insist.Yogyakarta.2006.Hal 3

[28] Ahmad Baso, “NU Studies”.LKiS.Yogyakarta.2007.Hal 10

[29] Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm 61